Breaking News
Loading...

TEORI CHAOS ( KEKACAUAN )



A. Asal Usul Kata Chaos


Dalam mitologi Yunani chaos merupakan keadaan awal kemunculan para dewa. Konon kata chaos paling awal ditemukan pada buku Theogeny karya Hesoid, filsuf Yunani yang hidup pada 700 tahun sebelum Masehi. Chaos sendiri dalam bahasa Yunani berarti “membuka kehampaan”. Sebagai seorang sosok dewa, Chaos merupakan suatu kehampaan yang menjadi tempat kemunculan objek-objek pertama. Objek awal tersebut, dikenal sebagai anak-anak Chaos, yaitu Gaia, Tartarus, dan Eros, sebagian lain menambahkan Nyx dan Erebus.



Dalam konteks sains, khususnya fisika dan matematika, chaos berarti suatu sistem yang sangat sensitif terhadap gangguan. Artinya, gangguan sedikit saja terhadap sistem chaos ini dapat menghasilkan perubahan yang besar. Fenomena ini populer dengan sebutan efek kupu-kupu (Butterfly Effect). Dalam terminologi efek kupu-kupu, satu kepakan sayap seekor kupu-kupu yang lemah dipercaya dapat menghasilkan badai tornado di daerah yang berjarak ribuan km dari posisi kupu-kupu tersebut



Teori chaos lahir dari rasa ingin tahu manusia terhadap yang akan datang. Kita selalu menanyakan bagaimana sebuah sistem berubah dari waktu ke waktu. Di dalam teori chaos manusia menemukan bahwa bahwa terkadang sebuah perubahan tidaklah serumit sebagaimana ia terlihat. Bahkan dari sistem yang secara matematis sangat sederhana sekalipun dapat dihasilkan pola-pola yang chaotik.



Chaos menunjukkan ketidakberaturan, kekacauan, keacakan atau kebetulan, yaitu: gerakan acak tanpa tujuan, kegunaan atau prinsip tertentu. Alam semesta yang bersifat dinamis ini kelihatannya bekerja melalui sistem yang linier, tetapi banyak juga yang tidak bekerja secara linier dan tidak dapat dipahami melalui system linier, seperti awan, pohon, garis pantai, ombak dan lain sebagainya, yang secara sekilas menampakkan acak dan tidak teratur. Sistem seperti inilah yang dinamakan dengan teori chaos, yaitu suatu teori yang berkaitan dengan proses alam yang nampaknya kacau, acak dan tidak linier (system yang tidak dapat diprediksi berdasarkan kondisi awal). Seperti yang dikemukakan Dhani bahwa teori chaos adalah teori yang menjelaskan gerakan atau dinamika yang kompleks dan tidak terduga dari sebuah system yang tergantung dari kondisi awalnya. Lebih lanjut Dhani mengemukakan bahwa walaupun berlangsung acak, system chaotic dapat ditentukan secara matematis, hal ini disebabkan system chaotic mengikuti hukum-hukum yang berlaku di alam. Hanya saja, karena sifatnya yang tidak teratur maka dilihat sebagai peristiwa yang acak. Chaotik dapat ditemukan pada berbagai sistem umum, mulai dari system yang sederhana seperti gerak pendulum sampai sistem yang kompleks seperti: irama detak jantung, aktivitas listrik pada otak, dan lain sebagainya. Bahkan system ekonomi seperti: pergerakan harga di bursa saham, kurs mata uang sampai harga minyak mentah merupakan sistem chaotic.



Jadi, tidak seperti yang dipersepsikan banyak orang yang selalu mengaitkan chaos dengan ketidakteraturan. Bahkan, di dalam chaos sekalipun tersimpan keteraturan. Pendek kata, teori chaos sebenarnya bicara tentang keteraturan, bukan ketidakteraturan.




B. Sejarah Penemuan Teori Chaos



Jacques Hadamard pada tahun 1898 menerbitkan suatu tulisan tentang gerakan yang tidak stabil atau acak dari suatu “arah peluru”. Ia menunjukkan bahwa semua arah peluru yang ditembakkan dari senapan memiliki arah yang berbeda dan menyimpang satu sama lainnya. Sementara itu istilah “chaos” dirumuskan pertama kali oleh Henri Poincaré (1854 – 1912), seorang ahli matematika Perancis. Ia menemukan bukti bahwa system tata surya tidak bekerja secara teratur dan dapat diprediksi dengan pasti. Ia mengungkapkan bahwa dapat terjadi perbedaan kecil pada kondisi awal menghasilkan peristiwa yang berdampak sangat besar. Sebuah kesalahan kecil pada permulaannya akan menghasilkan penyimpangan yang lebih besar. Prediksi akan menjadi hal yang mustahil. Semula gagasan Henri Poincaré tidak terlalu dihargai olehpara ilmuwan pada saat itu, sampai penemuan computer yang memungkinkan para ahli membuat model dan menggambarkan system chaostik.



Teori chaos pertama kali dicetuskan oleh seorang meteorologis bernama Edward Lorenz pada tahun 1961. Teori chaos berusaha mencari bentuk keseragaman dari data yang kelihatannya acak. Teori ini ditemukan secara tidak sengaja, Lorenz pada saat itu sedang mencari penyebab mengapa cuaca tidak bisa diramalkan. Ia menggunakan bantuan computer dan menggunakan 12 model rumusan. Program yang ia ciptakan tidak bisa memprediksi cuaca, tetapi dapat menggambarkan seperti apa cuaca tersebut jika diketahui titik awalnya. Suatu saat Lorenz ingin melihat hasil urutan model cuaca. Ia memulai dari bagian tengah dan tidak dari awal. Untuk mempermudah, Lorenz memasukkan nilai dengan 3 angka decimal (0,506), sementara angka dari urutan tersebut adalah 0,506127. Karena pembulatan sudah benar, maka pola yang terbentuk dari kedua angka tersebut seharusnya mirip, ternyata pola yang muncul semakin lama semakin berbeda dari sebelumnya. Berdasarkan penemuan ini, Lorenz melakukan percobaan kembali, kali ini model dibuat lebih sederhana dengan hanya 3 rumusan. Hasilnya data-data yang ditampilkan kembali terlihat acak, tetapi ketika datadata tersebut dimasukkan dalam bentuk grafik maka terciptalah fenomena yang disebut efek kupu-kupu (butterfly effect). Suatu perbedaan kecil pada titik awal (hanya berbeda 0,000127) akan mengubah pola secara keseluruhan (Kusmarni, 2008).



Gambar 1. Butterfly Effect


Fenomena inilah yang kemudian melahirkan teori chaos. Dari tulisan sebelumnya kita sudah tahu kalau chaos adalah sistem yang memiliki ketergantungan yang sangat peka terhadap kondisi awal. Hanya sedikit perubahan pada kondisi awal, dapat mengubah secara drastis kelakuan sistem pada jangka panjang. Jika suatu sistem dimulai dengan kondisi awal 2 maka hasil akhir dari sistem yang sama akan jauh berbeda jika dimulai dengan 2,000001 di mana 0,000001 sangat kecil sekali dan wajar untuk diabaikan. Atau dengan kata lain: kesalahan yang sangat kecil akan menyebabkan bencana dikemudian hari (Dhani, 2005).



Pada permulaan abad ke-20, yaitu pada masa hidup E. Lorentz, para ilmuwan masih berkeyakinan bahwa walaupun sebuah sistem dapat “berperilaku” sangat liar, namun suatu saat akhirnya sistem akan kembali pada kondisi kesetimbangan. Ini sesungguhnya sangat bertentangan dengan prinsip chaos. Selain Lorentz, sebenarnya masih ada nama-nama lain yang ikut berperan dalam perumusan teori chaos –Å“ diantaranya adalah B van der Pol, Duffing, dan M He”„¢non. Tidak tertutup pula kemungkinan ada sederet nama ilmuwan lain yang telah melihat fenomena chaos di sistem yang mereka miliki, namun mereka tidak berani mempublikasikannya. Edward Lorenz sendiri pernah mendapat reaksi negatif dari rekannya ketika ia dengan penuh semangat menjelaskan fenomena itu, “Ed, alam di mana kita hidup tidak berperilaku seperti yang kau deskripsikan!” Kata seorang profesor Fisika kepada E Lorenz.



Di lain pihak, ada juga seorang matematikawan bernama Stephen Smale yang sebenarnya kontra terhadap teori chaos. Tetapi ketika ia membaca paper E Lorenz, ia mulai berpikir tentang kemungkinan selain teorinya sendiri. Akhirnya, ia menciptakan Pemetaan Sepatu Kuda (Horse-shoe map) yang sampai saat ini merupakan bentuk paling sederhana dari sistem yang memuat skenario menuju chaos.



Pada dasarnya Teori Chaos adalah teori yang berkenaan dengan sistem yang tidak teratur. Sistem semacam ini bisa kita temui pada objek-objek seperti awan, pohon, garis pantai, ombak dsb. Sekilas, sistem-sistem tersebut nampak acak, tidak teratur dan anarkis. Namun bila dilakukan pembagian (fraksi) atas bagian-bagian yang kecil, maka sistem yang besar yang tidak teratur ini didapati sebagai pengulangan dari bagian-bagian yang teratur. Secara statistik bisa dinyatakan bahwa Chaos adalah kelakuan stokastik dari sistem yang deterministik. Sistem yang deterministik (sederhana, satu solusi) bila ditumpuk-tumpuk akan menjadi sistem yang stokastik (rumit, solusi banyak).



Benoit Mandelbrot seorang ahli matematika dari IBM, menggunakan teknik matematika yang lain, sebagai seorang ahli IBM, ia mencari dan menemukan “pola” dalam beragam proses “acak” alamiah. Ia mulai dengan menyelidiki gejala yang tidak dapat dijelaskan dari dunia alami, seperti transmisi gelombang radio, banjir di sungai Nil, suara gemerisik (noise) yang melatarbelakangi transmisi telepon, yang semuanya itu mengikuti satu pola yang sepenuhnya tidak dapat diramalkan atau chaos. Begitu juga penemuannya yang berasal dari hasil analisisnya terhadap fluktuasi harga kapas. Ia mengumpulkan dan menganalisa data harga harian dan bulanan harga kapas sejak tahun 1900 sampai tahun 1960-an. Hasil analisa fluktuasi harga tersebut tidak cocok dengan Distribusi Normal dalam Statistik. Perubahan harga munculsecara acak dan tidak dapat diprediksi. Tetapi, pola urutan perubahannya (harian dan bulanan) selalu sama, bahkan tingkat variasi tidak mengalami perubahan berarti meskipun dunia mengalami dua kali Perang Dunia dan satu kali Resesi global.



Helge von Koch, seorang ahli matematika menemukan sisi lain dari teori chaos. Ia membuat suatu model matematika yang kemudian dikenal sebagai “Kurva Koch”. Ia memulai dari satu segitiga, kemudian di bagian tengah setiap sisi objek tersebut ditambahkan segitiga lagi, seperti gambar di bawah ini :





Gambar 2. Fenomena Fraktal



Jika diperhatikan, bentuk yang tercipta mirip sekali dengan bunga es. Air yang mengkristal menjadi es dan ketika mencair membentuk suatu pola kristal tertentu. Kurva Koch dan Lorenz Attractor keduanya adalah fraktal. Rumusan fractal adalah persamaan yang sebenarnya konstan, tetapi menghasilkan yang berbeda dan simetris. Rumus fractal yang terkenal adalah himpunan Mandelbrot. Rumusnya adalah z = z² + c. Dengan menggunakan computer IBM, Mandelbrot menghasilkan system chaos secara grafik dan gambar grafik ini dikenal sebagai “himpunan Mandelbrot”. Dengan terus menerus “memperbesar” skala dan “mencari detail” yang semakin lama semakin halus dapat dilihat bahwa ada “pengulangan teratur” – “kemiripan” pada skala yang berbeda. “Tingkat ketidakberaturan” yang sama pada skala yang berbeda, ia namakan “fractal”, untuk menggambarkan pola yang terlihat di dalam ketidakberaturan itu. Berikut ini adalah contoh grafik fractal Mandelbrot:





Gambar 3. Grafik Fraktal



Struktur fractal dapat ditemukan pada banyak hal seperti pembuluh darah yang terus bercabang, ranting pohon yang juga bercabang, struktur bagian dalam paru-paru, pola bunga es dan lain-lain. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa teori chaos berawal dari ketidaksimetrisan, ketidakberaturan, kekacauan suatu hal yang kemudian melahirkan suatu pola yang teratur dan pola yang berulang. Perubahan “kestabilan” atau perubahan yang “dramatis” dalam dinamika suatu system akibat berubahnya nilai parameter dalam suatu system, dinamakan bifurkasi. Bifurkasi ini tidak selalu berhubungan dengan kompleksitas, tetapi terdapat beberapa jenis bifurkasi yang senantiasa berhubungan dengan bertambahnya kerumitan suatu system yang pada akhirnya mengakibatkan kondisi chaos. Johan Matheus mengemukakan bahwa salah satu jenis bifurkasi yang terkenal adalah perioddoubling, yakni suatu gerakan periodic yang mengalami bifurkasi dan “melontarkan” gerakan periodik lain yang periodenya dua kali lebih besar dari periode semula. Kemudian masing-masing gerakan periodic itu mengalami bifurkasi lagi yang sama dan begitu proses seterusnya. Masing-masing gerakan periodic yang terlontar biasanya “tidak stabil”, akibatnya pada suatu nilai parameter tertentu akan sangat banyak gerakan periodic yang tidak stabil dalam suatu system. Ketika hal ini terjadi, dinamika system sudah sangat kompleks dan kondisi chaos terjadi lagi. Untuk itu agar kondisi chaos tidak terjadi lagi Briggs & Peat mengemukakan tiga senjata untuk menghentikan chaos, yaitu: kontrol, kreativitas dan komunikasi. Briggs & Peatmengemukakan bahwa ketiga aspek ini membawa dan mendorong makna atau tujuan baru untuk menemukan keteraturan dalam keadaan chaos, menemukan masalah yang tidak umum juga menyelesaikannya, kemampuan membentuk kaitan-kaitan baru serta dapat menyeimbangkan kreasi dan gagasan sehingga dapat memotivasi untuk menyelesaikan tugas/masalah dengan baik.





C. Aplikasi Teori Chaos



Ilmu pengetahuan berkembang tanpa jeda selama empat ratus tahun terakhir. Setiap penemuan baru memunculkan permasalahan dan metode pemecahan baru, serta membuka lebar ranah eksplorasi baru. Sampai saat ini ilmuwan belum berhenti berkarya, mereka terus menemukan perangkat-perangkat baru untuk melangkah lebih jauh.



Perkembangan ilmu pengetahuan itu, tidak semuanya menunjukkan gerak linier atau melingkar seperti yang dikemukakan di atas, tetapi juga ada yang bersifat non-linier . Hal ini disebabkan oleh kompleksitas permasalahan yang diakibatkan oleh kemajuan ilmu dan teknologi yang terus berlangsung dengan “lompatan-lompatan” yang mengejutkan, sehingga membutuhkan kreativitas masyarakat untuk mencari alternatif-alternatif jawaban dalam memecahkan permasalahannya. Katherine Hayles mengemukakan bahwa ketimpangan dalam kemajuan ilmu-ilmu alam bila dibandingkan dengan kemajuan ilmu-ilmu social dan humaniora, telah menyebabkan banyak persoalan kemanusiaan yang tidak terselesaikan. Kemajuan ilmu dan teknologi telah menghasilkan dampak negatif seperti penghabisan sumber daya alam, kerusakan lingkungan, polusi dalam berbagai bentuk dan melebarnya lubang ozon. Serta permasalahan dalam aspek-aspek moral, pandangan hidup, agama, hubungan-hubungan social, bahasa dan komunikasi, seni dan budaya. Oleh karena itu kemajuan ilmu dan teknologi telah melahirkan suatu dikotomi dan dilemma bagi umat manusia. 



Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Capra yang membuat rincian fenomena dunia modern yang didukung oleh kecanggihan ilmu dan teknologi dengan mengabaikan etika, estetika dan keseimbangan alam, yaitu:



1. Pengembangan senjata nuklir. Ancaman perang nuklir merupakanbahaya terbesar yang dihadapi oleh manusia saat ini, meskipun bukan satusatunya;



2. Kerusakan ekosistem global dan evolusi kehidupan. Kemerosotan kualitas lingkungan alam dalam bentuk krisis udara, air, makanan dan ekologi. Oleh karena itu, jelaslah bahwa ilmu dan teknologi sangat mengganggu dan merusak system ekologi yang menjadi gantungan eksistensi manusia;



3. Krisis ekonomi global. Akibat krisis ini maka terjadi peningkatan yang signifikan terhadap angka kejahatan dan kekerasan, sehingga kecemasan, kekacauan dan ketidaknyamanan hidup menjadi persoalan mendasar bagi manusia modern.



Lebih lanjut Capra mengemukakan bahwa ketidakseimbangan antara kemajuan pengetahuan yang rasional, kekuatan intelektual dan keterampilan teknologi di satu sisi dengan perkembangan kebijaksanaan, spritualitas dan etika di sisi yang lain telah menimbulkan ketidakpastian, ketidakaturan dan chaos.



Sementara itu, Spengler dalam bukunya “The Decline of the West” berpendapat bahwa ilmu pengetahuan berkembang secara melingkar, berawal dari periode penelitian alam pada masa Romawi dan penemuan teori-teori baru yang membuka jalan bagi periode-periode konsolidasi yang selama masa itu pengetahuan ilmiah tidak berkembang. Manakala ilmuwan menjadi semakin sombong dan kurang toleran terhadap system kepercayaan lain, terutama keyakinan agama, masyarakat akan menentangnya dan mempraktekkan fundamentalis agama dan system keyakinan lain yang irasional. Spengler memperkirakan kejatuhan ilmu pengetahuan dan kebangkitan irasionalitas akan dimulai pada akhir millennium ini. Lebih lanjut Baudrillard mengemukakan bahwa gerak kemajuan yang linier itu kini berhenti, sehingga tidak ada lagi yang disebut “masa depan”. Karena tidak ada lagi masa depan, maka yang terjadi adalah sebuah proses titik-balik sejarah yang kompleks, yaitu proses “kembali ke masa lalu” dengan memungut kembali “puing-puing masa lalu” di dalam sebuah kondisi “turbulence” dan “chaos” yang kompleks. Inilah kondisi posmodernitas.



Pemaparan-pemaparan di atas menggambarkan bahwa sistem chaos merupakan salah satu “jembatan” untuk mengatasi kesenjangan ilmu pengetahuan alam dengan ilmu-ilmu social dan humaniora seperti etika, sastra, seni atau agama dalam memperjelas kehidupan manusia. Sehingga ilmu pengetahuan dapat berkembang secara “selaras” dan “memanusiakan manusia” menuju umat manusia yang lebih maju sekaligus beradab. Melalui sebuah kondisi chaos terjadi inovasi dan penemuan baru dalam ilmu pengetahuan dengan menyelaraskan, menyeimbangkan dan menyilangkan antara ilmu pengetahuan alam dengan etika, sastra, seni atau agama. Seperti yang dikemukakan oleh Harold Bloom bahwa teori chaos dan kompleksitas merepresentasikan ilmu pengetahuan baru yang lebih unggul ketimbang metode reduksionis Newton, Einstein dan Darwin yang kurang menarik. Tanpa teori chaos banyak fenomena yang sangat mustahil dapat diprediksi. Dengan teori chaos ilmu-ilmu alam berkembang lebih “manusiawi” lagi. Keadaan chaos dan kompleks itu telah mendorong lahirnya “paradigm ilmu pengetahuan baru” yang salah satu bentuknya diajukan oleh Fritjof Capra. Melalui The Tao of Physics, Capra menawarkan interpretasi ala Tao yang menurutnya dapat mengatasi kebuntuan dan paradoks dalam bidang penelitian fisika kuantum di masa yang akan datang, sekaligus membuka wacana sains dan agama. Menurut Capra dengan mengelaborasi esensi dan aspirasi sains dan agama, definisi sains mungkin dapat dirumuskan relative mudah meskipun memiliki objek kajian yang beragam dan punya kekhasan masing-masing, seperti: fisika, kimia, biologi, psikologi, sosiologi dan lain-lain. Lebih lanjut Capra menyatakan bahwa hubungan antara sains-agama sebagai upaya untuk menunjukkan bahwa sains adalah salah satu jalan untuk memperoleh pengetahuan yang sah, bersama diantara sejumlah lainnya, sehingga bisa hidup damai berdampingan dengan agama.



Capra menganggap bahwa pandangan fisika kuantum-relativistik tentang realitas pada dasarnya bersifat organis, sejajar dengan pandangan mistik nonteistik Timur yang juga memandang realitas terdasar bersifat organis. Selanjutnya Capra mengemukakan kalau sains dan mistisisme memiliki pandangan fundamental yang sama tentang realitas, yaitu organis, maka struktur social dan ekonomi masyarakat modern yang berdasarkan pandangan mekanistik harus diubah secara radikal melalui sebuah revolusi budaya. Revolusi ini dapat dilaksanakan dengan cara mengambil sebagian sikap-sikap Yin dari mistisisme Timur untuk melengkapi sikap-sikap Yang dari sains barat. Dengan perkataan lain, Capra mencoba menunjukkan adanya kesesuaian antara kecenderungan-kecenderungan baru dalam sains modern terutama fisika baru modern dengan sari pemikiran dalam tradisi religius timur. Munculnya fisika modern dengan mekanika kuantumnya yang bercirikan: waktu bersifat relative, memandang alam semesta ini “saling terhubung” karena “bangunan dasar” pembentuknya sama, mengenal “prinsip ketidakpastian” pada tingkat subatom dan berusaha menjelaskan fenomena pada tingkat yang lebih kecil dari atom, seperti ditemukannya “quarks” sebagai partikel paling kecil yang membentuk proton dan neutron, telah membawa perubahan bukan hanya dalam bidang fisika tetapi juga di dalam bidang biologi, kosmologi, kimia dan filsafat.



Di bidang filsafat, Habermas dengan teori kritisnya telah membawa perubahan paradigma dari “filsafat subjek” ke “filsafat komunikasi”, dari “filsafat kesadaran” yang sangat dominan dalam masyarakat modern sejak Descartes ke “filsafat bahasa” dengan memfokuskan pada dialog yang setara. Habermas mengemukakan bahwa dalam setiap komunikasi (dialog) harus mengadaikan keberlakuan empat klaim yaitu:



1. Understandability, kejelasan dalam mengungkapkan diri sehingga dipahami;



2. Truth (kebenaran), keinginan untuk menyampaikan sesuatu;



3. Truthfulness (keterpercayaan) dalam menyingkapkan sesuatu;



4. Rightness (ketepatan), pembicaraan harus sesuai dengan norma-norma komunikasi.



Jadi komunikasi yang baik harus mempertimbangkan kejelasan, kebenaran, kejujuran dan ketepatan serta konteks kehidupan bersama yang disebut oleh Habermas dengan “dunia



kehidupan”. 



Dengan melakukan dialog kritis dengan berbagai pemikiran filsafat ilmu pengetahuan diyakini “isolasi” dan “kebuntuan” itu dapat diatasi. Habermas membawa teori kritis pada wawasan dan jangkauan yang begitu luas, dimana batas-batas bidang sosiologi, filsafat, psikologi saling bersinggungan dan akhirnya batas-batas itu menjadi kabur.26 Dengan usaha ini, Habermas mencoba membuka gerbang teori kritis untuk “berdialog” dengan tradisi-tradisi lain, misalnya filsafat bahasa, psikologi (Freud), hermeneutika (Gadamer dan Ricoeur), posmodernisme (Michel Foucault, Derrida, Heidegger dll) dan sebagainya. Untuk itu Teori Kritis Habermas memberikan dasar pemikiran yang berarti bagi perkembangan kajian social-budaya kritis dan kontemporer, seperti kajian multikulturalisme, teori poskolonial, kajian feminisme, Cultural Studies dan lain sebagainya.



0 Comments:

Copyright © 2014 TerasNgopi All Right Reserved