Breaking News
Loading...

POLITIK SENGKUNI PEMICU PERANG BARATHAYUDA ( PERANG SAUDARA )


Kesenian wayang merupakan salah satu kebudayaan Indonesia yang sudah ada sejak zaman kerajaan kuno. Bahkan, pada zaman penyebaran Islam di Indonesia ada beberapa Wali Songo yang memanfaatkan wayang untuk menyampaikan ceramah agama.
Dalam dunia pewayangan ada tokoh yang namanya Sengkuni. Pada masa mudanya Sengkuni ini bernama Harya Suman. Sengkuni ini dalam pewayangan disebut juga Trigantalpati, Gandaraputra, atau Suwalaputra.
Sebutan yang terakhir itu disebabkan karena dia adalah putra ketiga Prabu Suwala alias Prabu Keswara, Raja Gandaradesa. Kerajaan Gandaradesa dalam pewayangan disebut Plasajenar atau Awu-awu Langit.
Kakak sulungnya bernama Dewi Gendari yang kadang-kadang disebut Dewi Anggandari. Kakal laki-lakinya yang nomor dua bernama Harya Gandarya yang kemudian mewarisi singgasana Kerajaan Gandaradesa. Adiknya dua orang, laki-laki semua, yaitu Surabasata dan Harya Gajaksa.
Kekecewaan yang berulang kali, membuat Sengkuni menjadi manusia yang selalu iri dan dengki. Sifat buruknya itu terutama ditujukan kepada Pandu. Pertama karena Pandu telah mengalahkannya dalam sayembara pilih, dan juga mengalahkannya dalam perang tanding.
Kedua, Sengkuni iri dan cemburu karena Dewi Kunti yang diidamkannya ternyata menjadi istri Pandu. Ketiga, Sengkuni kecewa karena kakaknya Dewi Gendari, dicampakkan Pandu, dihadiahkan kepada kakaknya Destarastra.
Suman berharap kakaknya menjadi istri Pandu yang waktu itu Raja Astina. Karena itu Sengkuni amat benci dan dendam pada Pandu.
Sengkuni tumbuh menjadi tokoh politik yang ambisius, culas, dan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Korban pertama ambisi dan kebusukan politik Sengkuni adalah Gandamana yang ketika itu menjadi patih Astina.
Suatu saat, Gandamana memimpin prajurit Astina menaklukkan Kerajaan Pringgadani untuk memperluas jajahan. Namun sial, dia diperangkap pada sebuah sumur galian yang dalam, yang dalam bahasa Jawa disebut luweng.
Ide memerangkap Gandamana adalah usulan Sengkuni. Setelah yakin lubang itu ditimbun dengan bebatuan, Sengkuni segera memerintahkan prajurit Astina pulang.
Kepada Prabu Pandu Dewanata, Sengkuni melaporkan bahwa Gandamana ternyata tidak mampu memimpin tentara, sehingga prajurit Astina kocar-kacir. Sengkuni juga melaporkan bahwa Gandamana telah tewas dalam pertempuran.
Prabu Pandu Dewanata mempercayai laporan itu. Dia langsung mengangkat Sengkuni sebagai patih, menggantikan kedudukan Gandamana.
Beberapa saat kemudian, Gandamana muncul di Keraton Astina, dan langsung menyeret Sengkuni keluar dari balairung. Tanpa ampun Patih Gandamana menghajar Sengkuni sehingga cacat seumur hidup. Sejak tubuhnya cacat itu pula Sengkuni mendapat julukan Sengkuni.
Setelah Prabu Pandu meninggal, para tetua Astina, yaitu Dewi Durgandini, Bisma, dan Abiyasa memutuskan Drestarastra diangkat menjadi raja sementara, sebagai wali para Pandawa yang saat itu masih kecil.
Sejak itulah, Sengkuni kemudian melampiaskan rasa bencinya pada Pandu, kepada keturunannya yaitu Pandawa. Ia selalu mempengaruhi Prabu Drestarastra dan Kurawa untuk berbuat tidak adil pada Pandawa.
Sengkuni ini juga dikenal sebagai sosok yang amoral. Ketika Begawan Abiyasa membagikan minyak tala yang bisa membuat kulit menjadi kebal, keseratus Kurawa tidak mau antre dan menerjang berdesakan untuk berebut minyak sakti itu.
Begawan Abiyasa dan Dewi Kunti pingsan karena jatuh terdorong dan kemudian terinjak-injak. Kesempatan ini digunakan oleh Sengkuni untuk berbuat kurang ajar terhadap Dewi Kunti, yang dulu pernah dia taksir.
Kain semekan atau kemben penutup dada Kunti disingkapnya. Ketika Kunti siuman, terucaplah sumpahnya. “Tidak akan lagi memakai kain penutup dada, kecuali yang terbuat dari kulit Sengkuni”.
Sejak peristiwa itu Dewi Kunti selalu mengenakan jubah bekas (lorodan) Begawan Abiyasa.
Hubungan Sengkuni dengan para Kurawa, terutama Duryudana, amat dekat dan kompak. Sejak para Kurawa masih kanak-kanak, Sengkuni telah mengajarkan berbagai akal licik serta tipu muslihat untuk mencapai tujuan tertentu.
Mereka pernah berkomplot membunuh Bima. Atas petunjuk Sengkuni, Kurawa meracun Bima hingga pingsan. Mereka lalu mengangkat tubuh Bima dan menceburkannya ke dalam sumur Jalatunda yang terkenal angker, penuh ular berbisa.
Tubuh Bima dipatok ular berbisa, racun di dalam tubuhnya justru menjadi tawar. Bima makin bertambah kuat dan kebal dari racun. Usaha pembunuhan ini gagal.
Patih Sengkuni bersama Kurawa mencoba lagi membunuh seluruh Pandawa beserta Dewi Kunti dengan cara menjebak di Bale Sigala-gala. Usaha ini pun gagal, Pandawa selamat.
Patih Sengkuni sangat piawai dalam meja judi. Dia juga berperan besar dalam menyengsarakan para Pandawa dan Dewi Drupadi, melalui kecurangan di meja judi.
Karena kekalahannya pada lakon Pandawa Dadu, Pandawa harus merelakan negara Amarta menjadi milik Kurawa dan rela menjalani hukuman buang selama 12 tahun di hutan dan bersembunyi selama 1 tahun.
Dalam Bharatayuda, Patih Sengkuni tewas di tangan Bima. Ketika itu, Bima diberitahu Kresna perihal rahasia kekebalan tubuh Sengkuni. Hanya bagian anus dan bagian dalam mulut Sengkuni saja yang tidak kebal. Karena itu, untuk membunuh Sengkuni, Bima lebih dulu menyobek mulutnya, kemudian mengulitinya.
Sesudah kulit Sengkuni dikelupas dari tubuhnya, barulah patih Astina itu dapat dibunuh. Sisa kulit Sengkuni yang menempel di kuku Bima dipakai Kunti untuk melunasi sumpahnya mengenakan semekan kulit Sengkuni.
Istri Patih Sengkuni bernama Dewi Sukesti atau Dewi Surakesti. Dari perkawinan ini Sengkuni mempunyai tiga orang anak. Yang sulung diberi nama Antisura. Anak kedua dan yang bungsu dinamakan Arya Surabasa dan Dewi Antipati.
Sifat jahil, jahat, culas, dan dengki yang dimiliki Sengkuni sejak lahir itu sebenarnya sesuai dengan sifat-sifat buruk Batara Dwapara yang menitis kepadanya.
Batara Dwapara diusir dari kahyangan oleh Sang Hyang Tunggal, setelah diketahui oleh para dewa memfitnah Batara Bayu. Itulah sebabnya, mengapa Bima sebagai anak Batara Bayu amat geram terhadap kelakuan Sengkuni, sehingga dalam Baratayuda, ksatria Pandawa itu mencabik-cabik tubuh patih Astina itu.
Ditulis Oleh: Arif Safrodin

0 Comments:

Copyright © 2014 TerasNgopi All Right Reserved