Breaking News
Loading...

Banyak Bencana Akibat Plastik

KABAR mengenai kematian seekor paus dengan 80 kg plastik di perutnya, di Thailand, pada tahun lalu hanyalah secuil gambaran teranyar soal kian gawatnya pencemaran di laut. Di berbagai perairan lain dunia, termasuk di perairan terpencil di Indonesia, volume sampah plastik di lautan juga semakin mengkhawatirkan. Pada Maret 2018 lalu, misalnya, video yang dibuat penyelam asal Inggris memperlihatkan begitu banyak sampah plastik di perairan Nusa Penida, Bali. Sementara itu, pada Desember 2016 di perairan Sumbawa, fotografer Amerika Serikat mengabadikan seekor kuda laut yang membawa cotton bud di ekornya. Foto itu pun menjadi viral dunia. Namun, bahaya sampah plastik di laut sesungguhnya bukan hanya bagi biota air. Bukan hanya nyawa hewan laut yang dipertaruhkan, melainkan juga manusia. Ini terjadi karena kematian hewan laut akibat sampah plastik berarti memengaruhi keseimbangan rantai makanan. Kematian spesies seperti paus, berarti juga menunjukkan adanya ancaman serupa terhadap spesies lain. Sebab sebagai spesies payung (spesies dengan jelajah sangat luas), habitat paus juga menjadi habitat banyak hewan lainnya. Penumpukan sampah plastik di wilayah terumbu karang juga bisa berdampak pada menurunnya stok ikan. Sebab, terumbu karang merupakan tempat berkumpulnya plankton yang menjadi makanan ikan. Menurut Executive Secretary National Committee Secretariat of CTI-CFF Indonesia, yang juga menjabat sebagai Dirjen Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Brahmantya Satyamurti Poerwadi, lebih dari 89% terumbu karang di Asia Tenggara diperkirakan berada dalam kondisi sangat rentan. Salah satu penyebabnya ialah sampah plastik. "Karena koral ini mati kalau ada sampah. Koral hidupnya tergantung dari kita, masyarakat yang hidup di atas tanah ini menjaga ekosistem laut, gak buang sampah, mengatur sampah biar tidak masuk ke laut," jelas Brahmantya. Tingginya produksi sampah plastik di daratan inilah yang menjadi utama makin banyaknya sampah di lautan. Sampah plastik dari daratan masuk ke laut melalui sungai. Malaysia setop penggunaan plastik Atas kondisi itu, KLHK menawarkan solusi dengan cara daur ulang. Meski begitu, cara ini banyak dikirtik karena bukanlah solusi efektif menghadapi volume sampah plastik yang sudah begitu besar. "Sampah plastik tidak semua terserap dalam skema daur ulang," tukas Guru Besar Pengelolaan Udara dan Limbah Institut Teknologi Bandung, Prof Dr Ir Enri Damanhuri, yang juga hadir pada acara tersebut. Ia melanjutkan, sampah plastik yang tidak terdaur ulang pun bisa mencemari lingkungan. Lebih beruntung jika sampah tersebut berakhir di TPA, tetapi ternyata sampah itu menyebar hingga mencemari laut. "Mengubah mindset daur ulang. Padahal, (daur ulang) tidak mengurangi sampah plastik. Dari 100% hanya 20% benar-benar dipakai didaur ulang. 80%-nya tidak jelas ke mana," terang Enri. Indonesia semestinya berkaca pada upaya lebih tegas yang dilakukan negara tetangga. Dilansir Channelnewsasia.com, pemerintah Malaysia pada akhir Mei 2018 lalu mengemukakan tengah mengedukasi warga untuk meminimalisasi penggunaan plastik. Edukasi ini sebagai awal dari langkah untuk melarang penggunaan sampah plastik selama setahun. Indonesia sendiri justru melonggarkan kebijakan penggunaan plastik. Setelah beberapa waktu lalu menerapkan aturan plastik berbayar di pusat-pusat belanja, aturan tersebut lalu justru dihapus. Kini hanya tinggal beberapa supermarket yang masih menerapkan aturan itu secara mandiri. Konsistensi mereka sebetulnya juga menunjukkan bahwa aturan plastik berbayar sangat bisa dilanjutkan, tinggal bagaimana keseriusan pemerintah menegakkannya. sementara itu melihat keadaan yang makin hari makin parah, tak pantaskah kita membiarkan plastik banyak mengotori lautan kita, serta bumi kita. solusi-solusi selain daur ulang perlu kita tingkatkan supaya sampah plastik tidak menjadi ancaman Bumi ini. bahkan ancaman bagi manusia. sekian penulis: Arif Safrodin #Bhayplastik

0 Comments:

Copyright © 2014 TerasNgopi All Right Reserved